Rabu, 20 Februari 2008

HOTSPoT DI ENGKU PUTRI


Para arsitek menjajal Hot Spot di Engku Puteri Batam Center


Sabtu pagi. Tepatnya tanggal 16 Pebruari 2008, mulai jam 09.00 wib merupakan hari yang sangat cerah (panas malah red). Bertempat di Alun-alun Engku Puteri, para arsitek mencoba kehandalan hot spot yang telah diresmikan oleh Bapak Wakil Wali Kota beberapa hari yang lalu.
Dunia internet memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan para arsitek, karena dunia maya inilah yang pada jaman sekarang ini banyak membantu pekerjaan para arsitek.

Para arsitek ini tergabung dalam “ FORUM ARSITEK KEPRI”, yang keberadaannya mencoba untuk saling mengisi, saling silaturohmi yang sampai saat ini dirasa ada “kekosongan”….yang diawali dengan pertemuan pertemuan dalam”kongkow-kongkow” di Sangrila, sekupang- Batam. Diharapkan dengan terbentuknya forum, para arsitek bisa membantu para pelaku pembangunan kota-kota yang ada di seluruh Propinsi Kepri, khususnya Kota Batam.
Pertemuan di Engku Puteri ini merupakan pertemuan yang kedua kalinya, dimana kita bisa menikmati fasilitas internet gratis sekaligus launching blogger http://forumarsitekbatam.blogspot.com/ sebagai ajang komunikasi “FORUM KOMUNIKASI ARSITEK KEPRI”.

Ya karena yang kumpul para arsitek…tidakbisa dihindarkan hujan kritik, saran. Pendapat dan adu argumentasi mulai meluncur satu demi satu….mengomentari mulai bentuk desain hot spot yang kurang nyaman, karena layar lap top kita kalah terang dengan sinar di sekitarnya, banyaknya orang “tersandung” besi, sampai kenapa alun-alun ini harus berpagar, dan sebagainya. Namun keberadaan hot spot ini perlu kita acungi jempol…suatu langkah yang berani dari Pemko Batam, antusiasme masyarakat yang mulai cukup banyak, tinggal bagaimana mengelola tempat menjadi suatu ruang publik yang sangat berguna bagi masyarakat Kota Batam.

Saya ingat, waktu berjalan-jalan di Kota Surabaya namanya Taman Bungkul di Jalan Raya Darmo Surabaya. Taman ini yang dulunya kumuh serta keamanannya tidak terjamin, kini berubah menjadi taman yang asri, nyaman dan aman.

Masyarakat di Kota Pahlawan kini bisa bebas mengakses Internet (ngenet) di Taman Bungkul. Taman milik Pemkot Surabaya ini telah difasilitasi akses Internet hotspot.Masyarakat di Kota Pahlawan kini bisa bebas ngenet di Taman Bungkul Jalan Raya Darmo Surabaya. Taman milik Pemkot Surabaya ini telah difasilitasi hotspot dari Telkom Divre V Jatim. Sayangnya fasilitas tersebut tidaklah gratis alias harus bayar.Selain itu, taman yang berdiri di lahan seluas 14 ribu meter persegi itu juga dilengkapi sarana rekreasi. Semisal, arena skateboard, sepeda BMX. Termasuk jalur khusus penyandang cacat.

Tak pelak lagi, kita pun langsung bermimpi….wah kapan alun-alun engku puteri…penuh dengan bunga-bunga,,,lampu-lampu yang indah..bersih,,,anak-anak nyaman lari sana-sini….INSYA ALLAH…


Ir. Supriyanto, MT, salah satu penggiat forum

AGENDA FORUM ARSITEK

menyikapi perkembangan dan pertumbuhan Kota Batam khususnya dan Prov. Kepri umumnya, sebagai salah satu bagian dari warga masyarakat yang peduli dan punya sikap risi dengan masalah kota, forum mengusulkan untuk segera menyatukan visi dengan sikap yang lebih riil. Dalam artian beberapa sikap yang secara insindental termunculkan segera di matangkan dan disajikan ke publik.

diskusi tentang masalah tata ruang seyogyanya melibatkan warga sebagai subyek bukan obyek kota. Publik digugat emosinya untuk sadar dan tahu bahwa keterlibatan dan aspirasi warga sebenarnya harus menjadi penentu arah kebijakan (Baca kejahatan arsitektur pada blog ini).

Agenda yang mendesak adalah lebih mencairkan forum ini pada cawan yang lebih ceper dan jembar . Kita (yang mengaku) sebagai lokomotif perubahan ini harus memberanikan diri menjadi martir dan terus mencari cara diskusi dengan publik dengan cara yang anggun dan memantas dudukan publik sebagai mitra yang setara dan seimbang. Karena jargon politik yang sudah menjadi santapan para wakil di DPR tapi kadang lupa mereka cermati adalah ; suara rakyat adalah suara tuhan.

mengajak teman-teman untuk urug rembug tentang agenda yang sudah di depan hidung ini.


Forum Arsitek Kepulauan Riau (FAKER)

KORIDOR -KORIDOR YANG TIDAK MANUSIAWI

SEORANG arsitek Amerika Serikat, Daniel Solomon mengungkapkan pengalamannya yang paling menyebalkan sebagai pejalan kaki di Jakarta. "Hal itu adalah ketika saya terpaksa harus menggunakan taksi untuk menyeberang di Jalan Sudirman yang jaraknya tidak lebih dari 30 meter-an," keluh Daniel.

Mungkin sebagian orang akan tertawa kecut dan sinis mendengarnya. Sebab keluhan soal ketidakmanusiawian lingkungan fisik Jakarta, memang menjadi santapan yang lumrah dan biasa saja. Namun bagi Daniel yang terbiasa berjalan-jalan di kota-kota besar dunia-yang umumnya menomorsatukan para pejalan kaki-pengalamannya di Jalan Sudirman tadi sungguh sangat mengejutkannya.

Di kota yang mendewakan mobil seperti Jakarta, keberadaan hak manusia atas ruang kota yang sehat dan laik secara fisik, sering kali tersisihkan. Jalur pejalan kaki yang sempit, terputus-putus, gersang, panas, berdebu, dan tidak manusiawi adalah sederetan alasan mengapa jarang ada warga kota yang mau berinteraksi dan menyelami ruang kota di koridor-koridor jalan dengan rela hati. Kalaupun ada, umumnya aktivitas warga kota golongan sederhana yang sering terjebak jerat keterpaksaan.

Di Jakarta, deretan gedung megah yang sebagian dirancang arsitek kelas dunia di sepanjang kawasan bisnis utama pun ternyata tidak mampu memberi sumbangan berarti dalam menciptakan ruang koridor jalan yang sehat dan manusiawi. Umumnya gedung-gedung itu selalu mengambil jarak sempadan yang jauh dan memaksakan konsep entrance dan exit dari jalan utama, yang kemudian terbukti memotong-motong jalur pejalan kaki yang sudah sangat sempit. Sempadan yang jauh ini, kemudian secara revolusioner menggiring pada punahnya keberadaan konsep arkade (gang beratap) yang sebenarnya cocok untuk sirkulasi urban di iklim tropis seperti halnya di Jakarta.

Sementara itu, ruang koridor jalan di kota megalopolis dunia seperti Manhattan di New York, biasanya terdefinisi secara positif oleh bangunan pencakar langit bersempadan nol. Selain mendefinisikan ruang kota secara positif, konsep sederhana desain urban ini juga berdampak pada teduhnya jalur pejalan kaki, serta menempatkan fungsi retail atau komersial di lantai dasar serta menerapkan konsep entrance dan exit dari jalan samping.

Dengan stimulus desain urban ini, tidaklah heran jika waktu makan siang tiba, ribuan manusia dari segala kelas sosial rela hati untuk berjubel dan berdesak-desakan berinteraksi di jalur pejalan kaki yang lebar dan teduh, lengkap dengan aktivitas window shopping-nya.

BERAGAM dampak negatif yang sering lahir dari buruknya kualitas spasial koridor jalan, juga lahir dari pola pikir sebagian besar perencana dan pengelola kota yang biasanya melihat keberadaan ruas jalan sebagai engineering space semata untuk mengakomodasi angka-angka aliran kendaraan bermotor. Ruas-ruas jalan seperti ini juga umumnya hanya direncana berdasarkan standar teknis dan jarang didesain secara baik untuk menjadi sebuah ruang sosial yang mampu mengundang warga untuk turun berinteraksi sosial secara suka rela.

Dari sudut pandang sejarah kota dunia pun, sebenarnya ruang interaksi sosial masyarakat urban yang utama, bukan hanya terjadi di plaza terbuka, namun justru sering kali mengambil tempat di koridor jalan kota. Dalam buku klasik 'Great Streets', Allan B Jacobs secara gamblang menyatakan jalan yang masuk dalam klasifikasi 'great streets', biasanya selalu memiliki kualitas spasial istimewa dan umumnya sukses merangsang warga kota, untuk turun berinteraksi sosial dan beraktivitas urban yang sehat.

Mulai dari keeksotikan koridor jalan Las Ramblas di Barcelona, keunikan Malioboro di Yogya sampai kemeriahan Market Street di San Francisco. Kesemuanya menjadi cerminan wajah kota yang lebih manusiawi dan livable. Bahkan tidak jarang, ruang linear jalan pun sering kali menjadi salah satu landmark kebanggaan warga kota, seperti halnya The Champs Elysees di Paris, ataupun Orchard Road di Singapura.

MENURUT penelitian arsitek Jan Gehl dari Denmark, sebenarnya terdapat beberapa kategorisasi aktivitas masyarakat urban sebagai pengguna ruang publik kota, termasuk ruang koridor jalan. Pertama adalah 'necessity activities', di mana warga kota biasanya melakukan aktivitas di ruang publik, karena suatu keharusan. Contohnya pedagang kaki lima di jalur pejalan kaki, atau keterpaksaan pengguna angkutan umum untuk berjalan kaki ke pemberhentian terdekat. Dalam konteks keterpaksaan ini, biasanya kualitas spasial dan fisik ruang terbuka ini, biasanya tidaklah terlalu dihiraukan.

Berikutnya 'optional social activities', di mana menurut Gehl, warga kota pada dasarnya mempunyai hasrat untuk melakukan aktivitas publik atau interaksi sosial secara sukarela. Contohnya makan siang secara outdoor, window shopping, bersepeda santai, jalan-jalan sore ataupun duduk-duduk santai di ruang terbuka kota, ataupun di jalur pejalan kaki. Untuk kategori ini biasanya aspek kualitas fisik, kenyamanan dan keamanan dari ruang publik selalu menjadi faktor dominan dalam menentukan keberhasilan aktivitas sukarela ini.

Mencermati kategorisasi Gehl di atas, tidaklah mengherankan jika di Kota Jakarta, sebagian besar aktivitas warga di ruang-ruang publik kota, masih didominasi oleh aktivitas jual-beli para pedagang kaki lima dan keseharian warga kelas sederhana lainnya yang sering terlihat berjalan merengut kepanasan di jalur pejalan kaki. Dengan kualitas ruang kota di Jakarta yang umumnya tidak aman dan tidak nyaman ini, maka mimpi bisa berbaurnya beragam kelas sosial masyarakat Jakarta di ruang publik, tampaknya tetap menjadi ilusi yang mahal.

Tidaklah mengherankan juga, jika karakter psikologis sebagian warga di Jakarta cenderung keras, cuek dan gampang marah. Hal itu karena pada umumnya mereka terbiasa disuguhi oleh tontonan kerasnya perjuangan menyambung hidup dan minimnya ruang publik dan jalan kota yang dapat menjadi oasis interaksi sosial yang bisa menyejukkan pikiran dan meneduhkan hati.


M. Ridwan KaMIL

Catatan :
Admin akan terus konsisten untuk menyajikan tulisan dari manapun yang menngangkat isu-isu kota dan lingkungan

Selasa, 19 Februari 2008

SALJU GURUN....(sekadar renungan dikit..)

Salju gurun.

Dihamparan gurun yang seragam, jangan lagi menjadi butiran pasir. Sekalipun nyaman engkau ditengah impitan sesamamu, takkan ada yang tahu jika kau melayang hilang.

Dilingkungan gurun yang serba rupa, untuk apa lagi menjadi kaktus. Sekalipun hijau warnamu, engkau tersebar dimana-mana. Tak ada yang menangis rindu bila kau mati layu.

Di lansekap gurun yang mahaluas, lebih baik tidak menjadi oase. Sekalipun rasanya kau sendiri, burung yang tinggi akan melihat kembaranmu disana sini.

Ditengah gurun yang tertabak, jadilah salju yang abadi. Embun pagi takkan kalahkan dinginmu, angin malam akan menggigil ketika melewatimu, oase akan jengah, dan kaktus akan terperangah. Semua butir pasir akan tahu jika kau pergi, atau sekedar bergerak dua inci.

Dan setiap senti gurun akan terinspirasi karena kau berani beku dalam neraka, kau berani putih meski sendiri, karena kau… berbeda.


(Dewi lestari dalam filosofi kopi)

dini m surdja




renungan

tidak ada yang salah dengan cinta
Ia mengisi ruang yang tidak kosong




(ayu utami dalam saman)