Rabu, 13 Agustus 2008
SAYEMABARA DESAIN TATA RUANG JODOH NAGOYA-BATAM
Sesuai dengan edaran dari PU Pusat yang disebarkan oleh Dinas Tata Kota Kota Batam, bakal diadakan sayembara desain tata ruang dan kebetulan Batam menjadi salah satu wilayah yang dikaji . kawasan Jodoh Nagoya menjadi pilihan untuk loaksi sayembara desain tata ruang, disamping ada beberapa lokasi di indonesia : Bali, Medan, Sulawesi, Kalimanatan. (lihat di www. penataanruang.net)
Tentunya, forum Komunikasi Arsitek Kepri boleh sedikit berbangga, karena ususlan lomba tata ruang ini sebenarnya salah satu usulan dari Forum Kepada dinas tata kota Batam, (bisa dilihat pada posting tangga 28 Februari 2008). Oleh dinas tata kota -Kota Batam usulan tersebut di presentasikan pada tingkat lebih tinggi dan alhamdulillah menjadi agenda PU pusat.
Sampai saat ini baru (ketauan) 2 kelompok yang ikut sayembara dari Forum, yakni kelompok Sdr. R. Agung Sedayu dan Kelompok Sdr. Nurul Huda Ananta. Tentunya perlu kita dukung kedua kelompok tersebut, apapun nanti hasilnya. Namun yang lebih penting bahwa forum sebagai penggagas tidak 'cuci tangan' (tinggal glanggang colong playu).
ada beberapa agenda yang masih perlu terus kita dukung :
1. Usulan Forum terhadap pembentukan Dewan Kota/Dewan Penasehat Arsitektur Kota.
2. Rencana forum untuk membikin kawasan binaan . Pada saat ini PU Pusat sudah
menggelontorkan Program seperti P2KP dari dengan dukungan Bank Dunia, dengan sasaran
pulau-pulau terpencil di sekitar Kepri. Alangkah cantiknya bila forum bisa berkolaborasi
dengan apa dan siapa saja untuk memberikan yang terbaik bagi sesama
3. Pemikiran-pemikiran kritis terhadap berbagai kebijakan Pemerintah berkaitan dengan tata
ruang, regulasi lahan, dan lain-lain harus tetap kita telorkan sebagai penyeimbang.
terima kasih
Dipo
penggiat forum
Jumat, 25 April 2008
NDESO...?
oleh : Ika S. Creech *
- Orang bisa antri raskin sambil pegang HP
- Pelajar bisa nunggak SPP sambil merokok
- Orang tua lupa siapkan SPP, karena terpakai untuk beli tv dan kulkas
- Orang bule mabuk krn kelebihan uang, orang kampung mabuk beli minuman patungan
- Pengemis bisa pake walkman sambil goyang kepala
- Para pengungsi bisa berjoged dalam tendanya
- Orang beli gelar akademis di ruko-ruko tanpa kuliah
- Ijazah S3 luar negeri bisa di beli sebuah rumah petakan gang sempit di Cibubur
- Kelihatannya orang sibuk ternyata masih sering keluar masuk McDonald
- Kelihatannya orang penting, ternyata sangat tahu detail dunia persepakbolaan.
- Kelihatan seperti aktivis tapi habis waktu untuk mencetin HP
- 62 tahun merdeka, lomba-lombanya masih makan kerupuk saja
- Agar rakyat tidak kelaparan maka para pejabatnya dansa dansi di acara tembang kenangan.
- Agar kampanye menang harus berani sewa bokong-bokong bahenol ngebor
- Agar masyarakat cerdas maka sajikan lagu goyang dombret dan wakuncar
- Agar bisa disebut terbuka maka harus bisa buka-bukaan
- Agar kelihatan inklusif maka hrs bisa menggandeng siapa saja, kalo perlu jin Tomang jg digandeng.
Jumat, 18 April 2008
UNDANGAN SILAHTURAHMI
Sehubungan dengan adanya berbagai permasalahan yang dihadapi anggota IAI dalam menjalankan perannya sebagai arsitek , dengan ini kami Forum Komunikasi Arsitek Kepri mengundang seluruh Pengurus dan Anggota dalam Acara Silahturahmi bersama untuk memecahkan berbagai persoalan, yang akan dilaksanakan pada :
Hari : Sabtu
Tanggal : 19 April 2008
Tempat : Gedung Pusat Informasi Haji (PIH) Batam Centre
Jam : 13.30-selesai
Demikian undangan ini, atas perhatian dan kehadiranya diucapkan terima kasih.
FORUM KOMUNIKASI ARSITEK KEPRI
Koordinator Sekretaris
Ir. Supriyanto, MT R. Agung Sedayu
PROPOSAL SILAHTURAHMI FORUM KOMUNIKASI ARSITEK KEPRI
DENGAN PENGURUS IAI KEPRI
A. LATAR BELAKANG
Arsitek sebagai warga Negara yang sadar akan panggilan untuk memelihara pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan serta peradaban manusia, senantiasa belajar mengabdikan keahlian serta pengetahuan melalui berbagai cara pendekatan, pemikiran yang arif dan bijak, sesuai dengan hakikat kemanusiaan, demi tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, umat manusia, bangsa, Negara, dan profesi. Dalam menjalankan fungsi dan peranya, arsitek berhimpun dalam satu organisasi yang bernamakan Ikatan Arsitek Indonesia.
Sampai saat ini, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) adalah satu satunya lembaga yang sah untuk mewadahi arsitek di indonesia. Tentunya hal itu tidak lepas dari betapa penting dan demikian luhur visi dan misi yang diemban IAI. Seyogyanya IAI mampu memberi arti terhadap anggota , mampu menjadi patner pemerintah selaku pemegang otoritas regulasi, dan menjadi nara sumber bagi masyarakat mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan lingkungan binaan .
Dalam kondisi ini IAI Kepri harus mempunyai gerakan yang nyata dan aktif dalam mensikapi dinamika perubahan yang terjadi yang sampai saat ini dirasakan belum maksimal menjalankan perannya.
IAI hanyalah wadah, dan arsitek sebagai anggotanya harus mampu memberikan warna dan dinamika terhadap keberadaan IAI itu sendiri. Keberadaan Forum Komunikasi Arsitek Kepri merupakan wujud keprihatinan dari anggota IAI Kepri terhadap minimnya peran IAI Kepri dari sisi sebagai patner masyarakat yang lebih riil, menyangkut pelayanan perijinan, pemberdayaan masyarakat, pengkajian budaya , peningkatan kemampuan anggota , sehingga perlu adanya komunikasi bersama untuk menemukan jalan keluarnya
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud utama tentu silahturahmi, sebagai bahasa pengikat dalam suasana yang digagas sedikit formal namun tidak kaku, dan tentunya tetap dalam nuansa persaudaraan yang egaliter.
Diharapkan dari silahturahmi ini, tujuan utama sebagai anggota IAI yang peduli dan prihatin dengan kondisi IAI dan pengurus saling membuka hati
C. TEMPAT
PIH ( Pusat Informasi Haji) Batam Centre
D. WAKTU
Hari : Sabtu, 19 April 2008
Jam : 14.00-18.00 WIB
E. PESERTA
1. Anggota Forum komunikasi Arsitek Kepri
2. Pengurus IAI Kepri
3. Undangan
F. SUSUNAN PANITIA
1. Koordinator Forum Komunikasi Arsitek KEPRI : Supriyanto
2. Koordinator Bidang Isu dan permasalahan arsitektur : Arif Abadi
3. Koordinator Bidang Kajian Arsitektur : Wulung Dahana
4. Koordinator Bidang Pemberdayaan : Ign. Gunawan Prasetyo
5. Sekretaris Forum Komunikasi Arsitek Kepri : R. Agung Sedayu
6. Bendahara : Dini Muldini S
7. Humas : Nurul Huda Anasta, ST
G. SUSUNAN ACARA SILAHTURAHMI
13.30 – 14.00 Registrasi peserta
14.00 – 14.10 Pembukaan acara oleh MC
14.10 – 14.20 Sambutan oleh Koordinator Forum Komunikasi Arsitek
Kepri
14.20 – 14.40 Presentasi tentang Forum Komunikasi Arsitek Kepri
14.40 – 15.40 Diskusi Sesion I
15.40 – 16.00 Coffe break dan sholat asyar
16.00 – 16.30 Diskusi Sesion 2
16.30 – 17.00 Perumusan diskusi dan rekomendasi
17.00 – 17.15 Salam-salaman dan penutup
Batam, 15 April 2008
Forum Komunikasi Arsitek Kepri
Koordinator Sekretaris
Supriyanto R. Agung Sedayu
Jumat, 11 April 2008
STRUKTUR ORGANISASI FORUM ARSITEK KEPRI
Koordinator Forum Arsitek Kepri : Ir. Supriyanto, MT
Sekretaris forum : R. Agung Sedayu, ST
Bendahara : Dini Muldini S, ST
Koordinator Bidang Isu dan permasalahan arsitektur: Ir. Arif Abadi
Koordinator Bidang Kajian arsitektur: Ir. Wulung Dahana
Koordinator Bidang Pemberdayaan dan pengabdian masyarakat: Ir. Ign. Gunawan prasetyo
Humas : Nurul Huda Anasta, ST
Rabu, 02 April 2008
TANGGAPAN FORUM TENTANG PEMBANGUNAN APARTEMEN DI BALOI
Sebagai mana diberitakan dalam sebuah Surat kabar local yang terbit di Batam (Tribun Batam dan Batam Pos pada hari Senin 31 Maret 2008) , tentang keberatan warga di wilayah Baloi tentang pembangunan apartemen 26 lantai di samping BCS Mall. Warga keberatan karena selaku penghuni lama merasa terganggu dengan proses pembangunan (saat ini sedang dalam pembuatan pondasi bored pile). Salah satunya karena terjadi pembongkaran portal dan taman lingkungan.
Alangkah baiknya apabila kita melihat kasus ini secara obyektif dan dengan fikiran jernih. Pembangunan apartemen atau hunian vertical sudah menjadi trend di kota besar di Indonesia. Di Jakarta dan kota besar lainnya ( Medan, Surabaya, bandung misalnya) puluhan ribu unit apartemen di lepas ke pasar dengan sambutan yang sangat positif. Batam pun sebagai kota yang sedang berkembang dengan sebutan kota metropolis, tidak lepas dari trend property tersebut. Apartemen 20 lantai di Proyek Imperium superblock meruapakan salah satu pengusung trend tersebut dan pengembangan lain juga mengikuti. Memang solusi yang paling baik untuk mengatasi keterbatasan lahan adalah dengan membangun secara vertical/bertingkat.
Namun perlu dicermati bahwa membangun vertical adalah memerlukan perencanaan yang matang dan melibatkan berbagai bidang teknik. Selain itu juga perlu diperhatikan dengan dampak terhadap lingkungan.
Pada kasus pembangunan apartemen di baloi , sebagaimana dilaporkan oleh harian Tribun Batam, terjadi penyerobotan fasilitas dan ruang public ( pembongkaran portal dan penggusuran taman lingkungan.
Padahal sesuai peraturan dalam pembangunan berskala besar harus dibuat AMDAL ( Analisa mengenai Dampak Lingkungan ), yang mengkaji tentang pengaruh pembangunan terhadap lingkungan baik secara ekonomi, social budaya maupun secara teknis. Salah satu proses amdal adalah sosialiasi tentang proyek tersebut kepada masyarakat sekitar, sehingga apabila ada masalah yang berkaitan dengan beban lingkungan sudah dapat di diskusikan terlebih dahulu.
Perlu juga dikaji apakah rencana pembangunan apartemen di wilayah baloi sudah sesusi dengan Rencana tata ruang yang ada? Hal ini berkaitan dengan peruntukan lahan, dan hal – hal teknis yang berkaitan dengan peraturan ketinggian bangunan, Koefisien dasar bangunan dan lain sebagainya , dimana hal tersebut akan merupakan satu kesatuan dengan perencanaan yang komprehensif.
Disamping itu juga perlu diperhatikan terhadap beban terhadap utilias lingkungan. Apartemen 26 lantai paling sedikit akan mempunyai 300 unit apartemen. Apalah sudah dilakukan kajian terhadap daya dukung drainase dilingkungan tersebut, karena pembuangan limbah rumah tangga akan melalui saluran yang sudah ada. Jangan sampai problem banjir yang mendera Kota batam selama musim hujan dan sampai saat ini belum ada tanda-tanda ditemukan solusi yang tepat, akan diperparah dengan pembangunan yang tidak tanggap dengan problem lingkungan. Masih segar di ingatan kita, pembangunan BCS mall mengakibatkan banjir disekitar lokasi karena ketidak mampuan jaringan utilitas yang ada , dan seharusnya hal itu bisa dikaji terlebih dahulu. Ujung-ujungnya masyarakat mulai berteriak dan baru pemerintah tergopoh-gopoh mensikapi sehingga cenderung hanya reaktif bukan proaktif.
Perlu dipertanyakan apakah proyek apartemen tersebut sudah mengantongi Ijin Fatwa Planologi dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)? Karena pada saat ini lokasi proyek sudah terjadi aktifitas yakni pembuatan Struktur Pondasi Bored Pile. Tidak terdapatnya papan Plang yang mencantumkan No. IMB menimbulkan pertanyaan bagi public apakah proyek ini sudah mendapatkan ijin dari instansi yang berwenang?
Perlu diperjelas juga dengan konsultan perencana yang meng hadle proyek tersebut , apakah juga mempunyai SIBP ( Surat Ijin Bekerja Perencana ) untuk wilayah Batam sebagai salah satu persyaratan IMB? Apakah hanya terjadi peminjaman sertifikat SIBP? Padahal untuk proyek skala apartemen 26 lantai ini, pemegang SIBP akan mempunyai tanggung jawab besar terhadap semua hal yang berkaitan dengan teknis.( Baca juga Materi usulan forum Arsitek kepri dengan Dinas Tata Kota Batam di halaman blog ini)
Forum Komunikasi Arsitek Kepulauan Riau, sebagai salah satu pelaku pembangunan di Propinsi Kepri pada umumnya dan di Batam pada khususnya, meminta kepada pemerintah Kota Batam terutama instansi yang terkait untuk memberikan klarifikasi terhadap permasalahan tersebut.
Forum Komunikasi Arsitek Kepulauan Riau melihat bahwa dengan pertumbuhan kota yang sangat luar biasa , Kota Batam sudah waktunya mempunyai Dewan Penasehat Arsitektur Kota yang akan Memberikan keseimbangan terhadap beberapa lembaga instansi teknis terkait dengan pembangunan kota,di samping juga sebagai partner pemerintah dalam perumusan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan Kota Batam. Dewan Penasehat Kota merupakan sebuah lembaga independen yang dapat memberikan masukan dalam berbagai kebijakan tentang pembangunan kota.
FORUM KOMUNIKASI ARSITEK KEPULAUAN RIAU
Rabu, 19 Maret 2008
AGENDA FORUM BULAN MARET 2008
Agenda Bulan maret merupakan agenda silahturahmi dengan pengurus IAI Kepri dan sedang dicoba cari tempat yang representatif dan netral. Ajang ini lebih kita harapkan sebagai wadah 'alam-alaman'(versi kang igun) , atau media ' selahturahmi' (versi kang arif), atau apalah....Tetap dalam koridor 'jalan arsitek' sebagai mana 10 tahun pencarian Miyamoto Musashi untuk mencari apakah itu 'jalan pedang' (sebagai seorang samurai sejati).
segera apabila tempat dan agenda semakin jelas akan kami 'jemput' teman-teman untuk hadir dan bersama sama berbicara tentang 'jalan arsitek'
Forum arsitek Kepulauan Riau
Jumat, 29 Februari 2008
BERITA DUKA
Segenap penggiat Forum Arsitek mengucapkan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya. Semoga Amal Ibadah Almarhum diterima Allah SWT dan keluarga yang ditinggalkan mendapatkan ketabahan. Amien Allahumma Amien...
Forum Arsitek Kepri
Kamis, 28 Februari 2008
AGENDA FORUM ARSITEK KEPRI
AGENDA PERTEMUAN FORUM ARSITEK
DENGAN DINAS TATA KOTA BATAM
I. IMB
1. Kepastian waktu proses dan rentang waktu . Contoh kasus : OB 2 minggu, Tanjung Balai Karimun 2 minggu, Semarang maksimal 1 bulan, Sragen 1 minggu. Sedangkan Kimpras memberikan batas waktu pengurusan 62 hari , tetapi realitanya bisa lebih dari 6 bulan.
2. Kepastian standar teknis (muatan dan kriteria baik dari segi arsitektural, struktural dan ME).
3. Ketidak jelasan tentang agenda pemeriksaan lapangan.=
4. Ketidakjelasan tentang presentasi IMB
5. Keterbatasan SDM (Sumber Daya Manusia)
6. Ketidak jelasan terhadap beban biaya pengurusan
7. Hasil Pemutihan IMB yang diterbitkan sertifikat SBPMB
II. RTBL
1. Pembuatan RTBL sebenarnya beban siapa? (kajian tentang dasar hukum tentang herarki RTBL dalam struktur tata ruang kota). Sesuai dengan Pasal 93 Perda Kota Batam No. 2 Tahun 2004 tentang RTRW Kota Batam.
2. Yang selama ini terjadi RTBL hanya menjadi legalisasi terhadap Dokumen DED ( Detail Engineering Design) yang sudah dibuat oleh investor, sehingga kedudukan RTBL hanya menjadi pelengkap perijinan IMB.
3. Kajian RTBL harus selalu terkait dengan kajian lingkungan
4. Beban biaya di luar biaya resmi terlalu besar dan tidak wajar
III. AMDAL
1. Penunjukan konsultan AMDAL menjadi obyek sampingan oknum pemerintah
2. Beban biaya di luar biaya resmi yang terlalu besar dan tidak wajar
3. Kajian AMDAl hanya merupakan pelengkap perijinan IMB
4. Terkait no. 1 , banyak kajian AMDAL yang tidak standar dan merupakan produk kopian
IV. SIBP (Surat Ijin Bekerja Perencana )
1. SIBP yang dikeluarkan dalam Perda IMB tidak mempunyai bobot hukum terkait dengan jasa konsultansi pemerintah (lihat pasal 9 ayat 1, UU jasa Kontruksi No. 18 tahun 1999).
2. SIBP arsitek yang diterbitkan oleh Pemko dengan rekomendasi dari IAI tidak diakreditasi oleh LPJK, sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai Penanggung Jawab perencana dan pengawas Kontruksi.
3. Persyaratan SKA dalam jasa konsultansi dapat dijadikan pertimbangan untuk mengkaji keberadaan SIBP (dimungkinkan dihapuskan persyaratan SIBP dalam perijinan IMB).
4. Dalam pengajuan IMB untuk proyek-proyek pemerintah masih diperlukan SIBP sedangkan di dalam proses pengadaan jasa konsultansi , tenaga ahli yang diminta tidak ada persyaratan SIBP, karena yang disyaratkan adalah Sertifikat keahlian (SKA) sesuai dengan Undang-Undang Jasa Kontruksi.
V. SBPMB
1. Perlu dipertanyakan sejarah SBPMB ke Otorita Batam
2. Di Batam terdapat dua jenis Sertifikat bangunan, IMB dan SBPMB
3. SBPMB digunakan sebagai sertifikat bangunan menyalahi Perda No. 2 tahun 2002 tentang IMB karena SBPMB hanyalah surat bukti bahwa bangunan sudah sesuai dengan IMB , yang tentunya tidak dapat dijadikan dasar penarikan restribusi.
4. Isi SBPMB cacat hukum karena :
a. Menyebutkan sesuai fatwa planologi, padahal fakta dilapangan belum tentu sesuai dengan Fatwa Planologi
b. Berita Acara Pemeriksaan Lapangan yang digunakan sebagai dasar diterbitkan SBPMB TIDAK BERNOMOR , ( melanggar surat Negara).
c. Dipertanyakan hasil dari Pemeriksaan Lapangan terkait dengan Pelaksanaan pekerjaan Struktur , ME , Arsitektur, Fatwa Planologi seperti apa ?
d. Terjadi pengalihan hak perhitungan KDB atau luas lantai bangunan secara sepihak dari Otorita Batam ke Tim Pelayan Aktif IMB (Kimpras dan IAI).
e. SBPMB bukan produk hukum dalam perda IMB
5. Perlu Klarifikasi terhadap legalitas SBPMB pada lembaga hukum ( notaris) dan pada perbankan, terkait dengan kemungkinan tidak berlakunya SBPMB untuk berbagai kepentingan , yang dapat merugikan masyarakat sebagai SBPMB
6. Aspek Hukum yang mendasari kerja sama instansi pemerintah dengan pihak ke 3 yang notabene bukan merupakan badan usaha
7. Mekanisme kontrol perhitungan restribusi yang dilakukan oleh pihak ke 3 bentuknya seperti apa, dan bagaimanakah proses birokrasi yang menyangkut kas Negara dilakukan oleh pihak ke 3 ?
VI. PERAN ARSITEK DALAM PROSES PEMBANGUNAN
1. Memposisikan arsitek sebagai partner aktif :
a. Memberikan bantuan saran dan ide
b. Fungsi Kontrol
c. Pembinaan dan peningkatan SDM
d. Stake holder dalam pembangunan kota
2. Dewan Penasehat Kota
a. Memberikan keseimbangan terhadap beberapa lembaga instansi teknis terkait dengan pembangunan kota
b. Sebagai partner pemerintah dalam perumusan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan Kota Batam
c. Sebagai lembaga independen yang dapat memberikan masukan dalam berbagai kebijakan tentang pembangunan kota
d. Unsur yang bisa menjadi anggota Dewan Penasehat Kota adalah elemen masyarakat terutama dari para professional pembangunan Kota dan bukan bukan dari birokrat.
3. Sayembara Desain
a. Latar belakang Sayembara desain :
1. Kebutuhan sebuah desain ruang publik
2. Carut marut arsitektur kota yang miskin identitas
3. Memperkenalkan Kota Batam dalam satu sisi
4. Tidak adanya karya arsitektur yang membanggakan
b. Tujuan :
1. Untuk mendapatkan produk desain yang lebih berkualitas dengan skala yang lebih luas
2. Menjaring karya terbaik dari masyarakat luas
3. Aktualisasi profesionalitas lebih bisa diterima
c. Metode :
1. Pembentukan kepanitiaan dan sekretariat
2. Publikasi nasional melalui media cetak dan elektronik
3. Penjurian yang independen dan berkompenten
4. Penjaringan peserta dari elemen masyarakat akademis dan professional
5. Hasil karya terbaik dipresentasikan dihadapan Pemerintah kota Batam dan public
6. Karya pemenang dan peserta akan dipamerkan oleh Forum Komunikasi Arsitek Kepri
d. Produk Sayembara
1. Laporan perencanaan dan perancangan
2. Gambar prarencana dan impression 3 D
3. Format penyajian berwarna dengan program computer dalam format A3
e. Biaya
1. Dari Pemko Kota Batam cq. Dinas Tata Kota
2. Sponsor yang tidak mengikat
3. Individu yang peduli
f. Waktu Pelaksanaan
1. 90 hari kerja
Minggu, 24 Februari 2008
arsitek?
Arsitek |
(Tulisan berjudul Arsitek yang ditulis oleh almarhum Y.B. Mangunwijaya ini diambil dari milis IAI 24 November 2007 yang lalu, dikirimkan oleh Erwinthon P. Napitupulu)
Arsitek
oleh Y.B. Mangunwijaya
Kompas, 16 September 1993
Profesi arsitek di Indonesia masih baru. Di zaman sebelum perang dunia II di Technische Hoge School (THS) yang kini menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB) hanya ada yang disebut jurusan Sipil, di mana Bung Karno dulu pernah menjadi mahasiswa. Di THS negeri Belanda di Delft hanya ada jurusan yang disebut Bouwkunde (Ilmu Bangunan) yang menghasilkan arsitek-arsitek juga, tetapi lebih condong ke ilmu bangunan sipil. Kata sipil diambil dari sebutan kata civiel atau diterjemahkan sekarang: bangunan kepentingan masyarakat alias bangunan umum. Profesi arsitek pada dasarnya tidak lahir dari kalangan universitas atau perguruan tinggi, tetapi dari iklim magang para arsitek profesional di sanggar-sanggar, karena lebih digolongkan dalam profesi seni rupa. Arsitek-arsitek agung sebelum perang dunia II dan yang selalu memberi wajah serba baru kepada dunia bangunan sesudah kehancuran umum dunia maju 1945 seperti Mies van der Rohe, Groupius, Corbusier, kalau tidak salah Kenzo Tange juga, bukanlah sarjana-sarjana lulusan universitas, tetapi orang-orang genius buah sanggar-sanggar "swasta" yang dididik langsung oleh masyarakat arsitek dan kreativitas pribadi. Seperti pelukis dan pematung, seniman tekstil dan sebagainya. Di Jerman memang ada lembaga pendidikan desainer termashur yang bernama Bauhaus (Rumah Bangunan) yang secara integral dan total mencakup pendidikan segala cabang seni. Tetapi Bauhaus justru tidak ingin akademik. Inspirasi dasar Bauhaus adalah kehidupan riil masyarakat, khususnya perpaduan antara keperluan sehari-hari dan dunia serba baru yang sedang dicangkokkan ke dalam masyarakat, yakni dunia khas industrial. Yang punya filsafat hidup, budaya, dan selera yang sangat khas, sangat berlainan dari dunia budaya agraris.
Dari sejarah kebudayaan di mana pun memang kita melihat, bahwa arsitek, pelukis, pematung, para seniman dalam seni-bentuk memang adalah "putra-putri masyarakat", bukan alumni perguruan tinggi formal. Bahkan di barat, hasil seni dari dunia akademi justru dilecehkan sebagai seni yang tidak otentik. Akademis artinya: buruk, klise, tidak inspiratif, tiruan, dan sebagainya yang negatif. Pertanyaan akademis juga bernada negatif: mengada-ada, tidak praktis, tidak hidup, tidak relevan. Walaupun di zaman antik, pertanyaan akademis justru bernilai metafisik yang tinggi. Tetapi, zaman industri yang dinapasi iptek memang lain problematika hidupnya.
Belum diakui penuh
Sebetulnya tidak sangat berbeda dari profesi-profesi lain yang semula belajar dari praktik kehidupan masyarakat, seperti ilmu ketabiban. Para sinsei di timur, timur tengah, dan barat belajar lewat proses magang dari para guru dan suhu di tengah masyarakat. Baru kemudian datanglah fakultas-fakultas kedokteran pada perguruan-perguruan tinggi formal. Ini sangat berhubungan dengan sifat dan proses birokratisasi juga yang tak terelakkan dalam masyarakat yang semakin canggih pengorganisasiannya.
Tetapi, dokter sudah (terpaksa) dihargai masyarakat. Arsitek belum. Orang sakit berakal sehat atau terpelajar datang ke dokter tidak dengan tuntutan minta pil kapsul ini, suntikan itu, mendikte si dokter obat apa yang harus diberikan agar dia sembuh. Tetapi kepada arsitek orang datang dengan seperangkat permintaan dan pendiktean sesuka selera. Harus seperti gedung ini dari Amsterdam, minta jendela seperti di Hongkong, harus pakai tiang ini dari Yunani dan harus meniru bentuk-bentuk yang "tidak kalah dengan" Singapura dan seterusnya. Arsitek bahkan dianggap lebih rendah daripada dukun, karena kepada dukun sekalipun orang tidak mendiktekan resep.
Mungkin karena pada pemberi order itu kebudayaannya masih belum beranjak dari demang despotik di zaman kolonial yang masih kelewat agraris, sehingga mereka bergaya seperti petani dungu yang sukanya mendikte dokter agar jangan diberi pil, tetapi disuntik saja biar cepat sembuh. Tetapi mungkin juga di arsitek belum dipercaya kemampuannya, dan membuktikan diri memang belum punya pendirian dan filsafat desain yang kuat sehingga tidak meyakinkan. Namun, boleh jadi orang punya suatu pemahaman tentang arsitektur yang keliru. Sehingga hasilnya adalah arsitektur murahan bahkan "kampungan" yang biasanya gado-gado asal comot sana comot sini karena memang itu yang diminta pemberi order. Kalau tidak memuaskan beliau-beliau, ditakutkan nanti tidak mendapatkan order basah dari klien yang kuasa, kaya baru tetapi tidak intelek, dan budayanya masih kampungan. Jadi praktis kriterianya: uang dan kemumpungan. Sampai terjadi, arsitektur Gedung Dewan Pertimbangan Agung di Jakarta berbentuk luar bahkan warnanya pun pleg-persis dengan gedung-gedung berarsitektur Germania Hitler, buah hasil retorika, patetik, dan patologis Menteri PU Nazi Albert Speer. Aneh, tetapi bagi yang tahu psikologi, sebetulnya tidak tidak aneh juga.
Maka harapan kita ingin berbudaya dan berkepribadian secara benar kepada para arsitek Indonesia, ialah: sudilah jangan main imitasi doang. Sudilah memberanikan diri menjadi dokter atau paling tidak dukunglah yang tidak mau serba didikte oleh klien atau pasien. Dan sumbangkanlah the best yang Anda punyai, yang Anda pelajari selama studi yang panjang. Jadilah seorang yang profesional dan jangan mau menjadi penyalur ide-ide suka pamer secara ngawur dari orang-orang yang biar punya duit dan kuasa, tetapi tidak paham budaya dan selera mulia.
Tidak mudah memang menghadapi orang yang tidak intelek dan tidak berperasaan halus, akan tetapi dokter yang sejati pun akan mengikuti tanggung jawab profesional dan hati nuraninya. Sebab semakin arsitek menjadi budak order, semakin martabat profesi arsitek merosot juga, dan semakin dilecehkan. Tukang roti atau koki jauh lebih tahu mana yang enak dan bergizi daripada sembarang awam. Memang masih sulit dan berat, tetapi akhirnya ini soal mati hidupnya profesi arsitek. Di negara maju arsitek juga bukan orang yang sembarang mau didekte dan hanya mengikuti pemberi order. Negeri kita pun akhirnya juga akan maju dan semakin berintelek. Kemarau panjang memang tidak enak, akan tetapi tidak ada situasi yang abadi. Oleh karena itu siapa selain arsitek sendirilah yang harus merintis akhirnya kemarau panjang ini. Sendirian sulit, tetapi mudah-mudahan secara bersama dalam Ikatan Arsitek Indonesia hal ini akan lebih dapat dipermudah.
Sebaliknya masyarakat juga perlu tahu, bahwa sejak zaman dahulu dan di sepanjang sejarah bangsa manusia khususnya bangsa-bangsa yang besar dan kreatif, arsitektur bukan cuma soal selera asal comot atau lonjakan-lonjakan nafsu belaka. Arsitektur adalah ekspresi dan wahana suatu kebudayaan, dalam pikir alam cita-cita dan ungkapan langsung paling jelas, bagaimana suatu masyarakat berfilsafat hidup dan menangani kehidupan. Secara benar ataukah ngawur? Punya kepribadian ataukah saling menjiplak? Semrawut atau punya batang pendirian yang kokoh? Berselera tinggi ataukah asal pinjam baju orang lain? Dan sebagainya. Memang susahnya istilah arsitektur adalah warisan barat yang diambil justru pada saat merosotnya pemahaman arsitektur di sana. Arsitektur (dari akar kata Yunani arche = yang sejati, yang asli, dan tektoon = yang stabil) datang dari dunia mencuatnya ilmu bangunan sipil. Belum menyatakan dimensi-dimensi kebudayaan dan realilitas kehidupan yang lebih riil dan lebih mulia. Kata Sanskrit vasthu atau di-Indonesia-kan wastu (dalam bahasa jawa kuna artinya: bangunan) jauh lebih memadai yang arti aslinya lebih kaya, berunsur, bernorma kehidupan, kesejatian, pengejawantahan bentuk dari prinsip-prinsip yang absolut, rencana komperehensif, sesuai dengan hierarki kehidupan, dan sebagainya. Diterjemahkan dengan bahasa modern: form giving in its totality. Dari bentuk sendok, periuk atau selot kunci, kloset WC, gergaji, kendaraan, jalan, dan barang-barang sehari-hari lain, rumah, gedung umum, istana, kampung, toko, pelabuhan, bengkel, sampai pada tata desa, tata kota, tata wilayah, tata negara, dan tata dunia. Total, komprehensif, holistik, sekaligus mendetail, yang makro dan bentuk yang paling mikro dari berbentuknya realitas total kehidupan manusia dan masyarakat. Dalam arti, menjelang tahun 2000 istilah wastu jauh lebih relevan daripada arsitektur.
Maka sebetulnya dalam kampus jurusan arsitektur telah terjebak historis dimasukkan ke dalam fakultas teknik. Mestinya ke dalam fakultas ilmu-ilmu politik atau ilmu-ilmu kemasyarakatan. Di situlah ilmu wastu akan mendapat tempat yang paling wajar, karena sangatlah erat hubungannya dengan segala yang menata dan membentuk masyarakat. Dan yang akan menemukan relevansinya yang paling benar sebagai salah satu komponen konstitutif dari kebijakan yang lebih luas, memberi bentuk yang paling relevan dan pas bagi seluruh kehidupan real demi masyarakat yang relevan dan pas pula dengan kebudayaan hidupnya.
Tetapi memang, banyak variabel warisan sejarah yang masih sangat menghalang-halangi suatu renovasi yang cocok dengan kodrat permasalahan. Tetapi bolehlah untuk zaman sekarang dan mendatang letak jurusan arsitektur dalam dunia kampus terlanjur salah, asal saja para arsitek tidak salah meletakkan diri.
(disadur dari milis IAI 24 November 2007; pengirim: Erwinthon P. Napitupulu)
Rabu, 20 Februari 2008
HOTSPoT DI ENGKU PUTRI
Sabtu pagi. Tepatnya tanggal 16 Pebruari 2008, mulai jam 09.00 wib merupakan hari yang sangat cerah (panas malah red). Bertempat di Alun-alun Engku Puteri, para arsitek mencoba kehandalan hot spot yang telah diresmikan oleh Bapak Wakil Wali Kota beberapa hari yang lalu.
Dunia internet memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan para arsitek, karena dunia maya inilah yang pada jaman sekarang ini banyak membantu pekerjaan para arsitek.
Para arsitek ini tergabung dalam “ FORUM ARSITEK KEPRI”, yang keberadaannya mencoba untuk saling mengisi, saling silaturohmi yang sampai saat ini dirasa ada “kekosongan”….yang diawali dengan pertemuan pertemuan dalam”kongkow-kongkow” di Sangrila, sekupang- Batam. Diharapkan dengan terbentuknya forum, para arsitek bisa membantu para pelaku pembangunan kota-kota yang ada di seluruh Propinsi Kepri, khususnya Kota Batam.
Pertemuan di Engku Puteri ini merupakan pertemuan yang kedua kalinya, dimana kita bisa menikmati fasilitas internet gratis sekaligus launching blogger http://forumarsitekbatam.blogspot.com/ sebagai ajang komunikasi “FORUM KOMUNIKASI ARSITEK KEPRI”.
Ya karena yang kumpul para arsitek…tidakbisa dihindarkan hujan kritik, saran. Pendapat dan adu argumentasi mulai meluncur satu demi satu….mengomentari mulai bentuk desain hot spot yang kurang nyaman, karena layar lap top kita kalah terang dengan sinar di sekitarnya, banyaknya orang “tersandung” besi, sampai kenapa alun-alun ini harus berpagar, dan sebagainya. Namun keberadaan hot spot ini perlu kita acungi jempol…suatu langkah yang berani dari Pemko Batam, antusiasme masyarakat yang mulai cukup banyak, tinggal bagaimana mengelola tempat menjadi suatu ruang publik yang sangat berguna bagi masyarakat Kota Batam.
Saya ingat, waktu berjalan-jalan di Kota Surabaya namanya Taman Bungkul di Jalan Raya Darmo Surabaya. Taman ini yang dulunya kumuh serta keamanannya tidak terjamin, kini berubah menjadi taman yang asri, nyaman dan aman.
Masyarakat di Kota Pahlawan kini bisa bebas mengakses Internet (ngenet) di Taman Bungkul. Taman milik Pemkot Surabaya ini telah difasilitasi akses Internet hotspot.Masyarakat di Kota Pahlawan kini bisa bebas ngenet di Taman Bungkul Jalan Raya Darmo Surabaya. Taman milik Pemkot Surabaya ini telah difasilitasi hotspot dari Telkom Divre V Jatim. Sayangnya fasilitas tersebut tidaklah gratis alias harus bayar.Selain itu, taman yang berdiri di lahan seluas 14 ribu meter persegi itu juga dilengkapi sarana rekreasi. Semisal, arena skateboard, sepeda BMX. Termasuk jalur khusus penyandang cacat.
Tak pelak lagi, kita pun langsung bermimpi….wah kapan alun-alun engku puteri…penuh dengan bunga-bunga,,,lampu-lampu yang indah..bersih,,,anak-anak nyaman lari sana-sini….INSYA ALLAH…
Ir. Supriyanto, MT, salah satu penggiat forum
AGENDA FORUM ARSITEK
diskusi tentang masalah tata ruang seyogyanya melibatkan warga sebagai subyek bukan obyek kota. Publik digugat emosinya untuk sadar dan tahu bahwa keterlibatan dan aspirasi warga sebenarnya harus menjadi penentu arah kebijakan (Baca kejahatan arsitektur pada blog ini).
Agenda yang mendesak adalah lebih mencairkan forum ini pada cawan yang lebih ceper dan jembar . Kita (yang mengaku) sebagai lokomotif perubahan ini harus memberanikan diri menjadi martir dan terus mencari cara diskusi dengan publik dengan cara yang anggun dan memantas dudukan publik sebagai mitra yang setara dan seimbang. Karena jargon politik yang sudah menjadi santapan para wakil di DPR tapi kadang lupa mereka cermati adalah ; suara rakyat adalah suara tuhan.
mengajak teman-teman untuk urug rembug tentang agenda yang sudah di depan hidung ini.
Forum Arsitek Kepulauan Riau (FAKER)
KORIDOR -KORIDOR YANG TIDAK MANUSIAWI
Mungkin sebagian orang akan tertawa kecut dan sinis mendengarnya. Sebab keluhan soal ketidakmanusiawian lingkungan fisik Jakarta, memang menjadi santapan yang lumrah dan biasa saja. Namun bagi Daniel yang terbiasa berjalan-jalan di kota-kota besar dunia-yang umumnya menomorsatukan para pejalan kaki-pengalamannya di Jalan Sudirman tadi sungguh sangat mengejutkannya.
Di kota yang mendewakan mobil seperti Jakarta, keberadaan hak manusia atas ruang kota yang sehat dan laik secara fisik, sering kali tersisihkan. Jalur pejalan kaki yang sempit, terputus-putus, gersang, panas, berdebu, dan tidak manusiawi adalah sederetan alasan mengapa jarang ada warga kota yang mau berinteraksi dan menyelami ruang kota di koridor-koridor jalan dengan rela hati. Kalaupun ada, umumnya aktivitas warga kota golongan sederhana yang sering terjebak jerat keterpaksaan.
Di Jakarta, deretan gedung megah yang sebagian dirancang arsitek kelas dunia di sepanjang kawasan bisnis utama pun ternyata tidak mampu memberi sumbangan berarti dalam menciptakan ruang koridor jalan yang sehat dan manusiawi. Umumnya gedung-gedung itu selalu mengambil jarak sempadan yang jauh dan memaksakan konsep entrance dan exit dari jalan utama, yang kemudian terbukti memotong-motong jalur pejalan kaki yang sudah sangat sempit. Sempadan yang jauh ini, kemudian secara revolusioner menggiring pada punahnya keberadaan konsep arkade (gang beratap) yang sebenarnya cocok untuk sirkulasi urban di iklim tropis seperti halnya di Jakarta.
Sementara itu, ruang koridor jalan di kota megalopolis dunia seperti Manhattan di New York, biasanya terdefinisi secara positif oleh bangunan pencakar langit bersempadan nol. Selain mendefinisikan ruang kota secara positif, konsep sederhana desain urban ini juga berdampak pada teduhnya jalur pejalan kaki, serta menempatkan fungsi retail atau komersial di lantai dasar serta menerapkan konsep entrance dan exit dari jalan samping.
Dengan stimulus desain urban ini, tidaklah heran jika waktu makan siang tiba, ribuan manusia dari segala kelas sosial rela hati untuk berjubel dan berdesak-desakan berinteraksi di jalur pejalan kaki yang lebar dan teduh, lengkap dengan aktivitas window shopping-nya.
BERAGAM dampak negatif yang sering lahir dari buruknya kualitas spasial koridor jalan, juga lahir dari pola pikir sebagian besar perencana dan pengelola kota yang biasanya melihat keberadaan ruas jalan sebagai engineering space semata untuk mengakomodasi angka-angka aliran kendaraan bermotor. Ruas-ruas jalan seperti ini juga umumnya hanya direncana berdasarkan standar teknis dan jarang didesain secara baik untuk menjadi sebuah ruang sosial yang mampu mengundang warga untuk turun berinteraksi sosial secara suka rela.
Dari sudut pandang sejarah kota dunia pun, sebenarnya ruang interaksi sosial masyarakat urban yang utama, bukan hanya terjadi di plaza terbuka, namun justru sering kali mengambil tempat di koridor jalan kota. Dalam buku klasik 'Great Streets', Allan B Jacobs secara gamblang menyatakan jalan yang masuk dalam klasifikasi 'great streets', biasanya selalu memiliki kualitas spasial istimewa dan umumnya sukses merangsang warga kota, untuk turun berinteraksi sosial dan beraktivitas urban yang sehat.
Mulai dari keeksotikan koridor jalan Las Ramblas di Barcelona, keunikan Malioboro di Yogya sampai kemeriahan Market Street di San Francisco. Kesemuanya menjadi cerminan wajah kota yang lebih manusiawi dan livable. Bahkan tidak jarang, ruang linear jalan pun sering kali menjadi salah satu landmark kebanggaan warga kota, seperti halnya The Champs Elysees di Paris, ataupun Orchard Road di Singapura.
MENURUT penelitian arsitek Jan Gehl dari Denmark, sebenarnya terdapat beberapa kategorisasi aktivitas masyarakat urban sebagai pengguna ruang publik kota, termasuk ruang koridor jalan. Pertama adalah 'necessity activities', di mana warga kota biasanya melakukan aktivitas di ruang publik, karena suatu keharusan. Contohnya pedagang kaki lima di jalur pejalan kaki, atau keterpaksaan pengguna angkutan umum untuk berjalan kaki ke pemberhentian terdekat. Dalam konteks keterpaksaan ini, biasanya kualitas spasial dan fisik ruang terbuka ini, biasanya tidaklah terlalu dihiraukan.
Berikutnya 'optional social activities', di mana menurut Gehl, warga kota pada dasarnya mempunyai hasrat untuk melakukan aktivitas publik atau interaksi sosial secara sukarela. Contohnya makan siang secara outdoor, window shopping, bersepeda santai, jalan-jalan sore ataupun duduk-duduk santai di ruang terbuka kota, ataupun di jalur pejalan kaki. Untuk kategori ini biasanya aspek kualitas fisik, kenyamanan dan keamanan dari ruang publik selalu menjadi faktor dominan dalam menentukan keberhasilan aktivitas sukarela ini.
Mencermati kategorisasi Gehl di atas, tidaklah mengherankan jika di Kota Jakarta, sebagian besar aktivitas warga di ruang-ruang publik kota, masih didominasi oleh aktivitas jual-beli para pedagang kaki lima dan keseharian warga kelas sederhana lainnya yang sering terlihat berjalan merengut kepanasan di jalur pejalan kaki. Dengan kualitas ruang kota di Jakarta yang umumnya tidak aman dan tidak nyaman ini, maka mimpi bisa berbaurnya beragam kelas sosial masyarakat Jakarta di ruang publik, tampaknya tetap menjadi ilusi yang mahal.
Tidaklah mengherankan juga, jika karakter psikologis sebagian warga di Jakarta cenderung keras, cuek dan gampang marah. Hal itu karena pada umumnya mereka terbiasa disuguhi oleh tontonan kerasnya perjuangan menyambung hidup dan minimnya ruang publik dan jalan kota yang dapat menjadi oasis interaksi sosial yang bisa menyejukkan pikiran dan meneduhkan hati.
M. Ridwan KaMIL
Catatan :
Admin akan terus konsisten untuk menyajikan tulisan dari manapun yang menngangkat isu-isu kota dan lingkungan