Dalam skala kota, alun-alun mempunyai peran sebagai ruang pengikat berbagai fasilitas yang berbeda seperti fasilitas perkantoran, peribadatan maupun fasilitas komersial / perdagangan. Pola semacam ini telah ada sebelum jaman penjajahan Belanda dahulu kala dan tipologinya masih dijumpai diberbagai kota besar di Indonesia, tak terkecuali di kota Batam.
Dilihat dari tata masa yang ada, alun alun di Batam berfungsi sebagai pengikat Kantor Otorita Batam, Pemerintah Kota, Masjid Raya dan Mega Mall. Jadi tidaklah begitu salah bila ada keinginan bahwa alun alun di kota Batam dikondisikan seperti alun alun yang lain yaitu pyur dibuka untuk masyarakat luas. Supaya tidak nyleneh !
Alun-alun juga berfungsi sebagai sarana yang menampung berbagai kegiatan baik yang bersifat formal maupun nonformal atau sebagai tempat komunikasi sosial masyarakat luas.
Dari keseluruhan perannya, menunjukan bahwa alun-alun berpredikat sebagai “ruang publik”.
Lantas bagaimana jika alun alun diberi pagar ? Yang tahu persis tentunya bukan tukang yang membangun, tetapi yang punya ide, iya to ?.Dan mari kita telusuri indikasinya kenapa dipagar !.
Pagar mempunyai fungsi utama sebagai pembatas. Tujuan yang ingin dicapai pemagaran adalah membentuk “ruang private”.
Dalam kontek ini, pembentukan “ruang private” dengan sendirinya akan memunculkan rambu-rambu tertentu yang harus ditaati publik untuk dapat masuk kedalamnya.Mengambil pengertian tersebut diatas, pemagaran akan bisa dipahami untuk hal-hal yang bersifat kepemilikan, perelindungan sesuatu yang berharga walaupun bersifat umum seperti pemagaran makam atau juga untuk keperluan keselamatan, misalnya supaya tidak masuk jurang.
Pemagaran alun-alun adalah hal yang kontradiktif bila tidak mengandung unsur kepemilikan & perlindungan perlindungan tertentu. Pemagaran hanya akan memberikan kesan adanya keinginan untuk merubah alun-alun sebagai “ruang publik” menjadi “ruang private”.
Kalau sudah demikian maka yang terasa adalah adanya kesan aneksasi terhadap “ruang publik” atau eksklusifisme yang tidak pas.
Pengaturan salah satu pintu masuk lebih dominan dari yang lainnya, akan memperkuat indikasi bahwa diposisi pintu itulah seolah-olah pemiliknya, walaupun barangkali keinginannya tidaklah demikian.
Pemagaran alun-alun toh bisa saja tetap mempertahankan “ruang publik” tanpa harus emosi. Cara yang lebih bijaksana bila bukaan / akses untuk masuk dibuat berimbang pada semua sisi tanpa adanya pintu gerbang.
Joni – Arif, Arsitek sedang berseloroh
Rabu, 13 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
kembali ruang public diklaim sebagai ruang privat.
atau jadi semi privat?
adakah unsur politis?
benarkah rumor bahwa pemko batam ingin punya andil/hak di lingkungan kantor pemko karena semua masih atas nama OB?
benarkah....?
dipo
boss dipo,
banyak betul tanda tanyanya
boss,
alun-alun tetap aja alun-alun
pagar tetap aja pagar
tapi,
kalo alun-alun dipagar
sepertinya
lebih cocok disebut pekarangan
ign
Posting Komentar